Cara Mengganti Sholat yang Ditinggalkan Dengan Sengaja Puluhan Tahun

 

Shalat dalam sebuah hadis diibaratkan sebagai tiang agama, artinya orang yang mendirikan shalat berarti ia telah mendirikan agama, begitu pula orang yang meninggalkannya berarti ia merobohkan tiang itu. (foto cover: ilustrasi, sumber)

Dalam sebuah hadis disebutkan: “Sungguh hal yang pertama dimintai pertanggungjawaban dari seorang hamba kelak di hari kiamat adalah shalat, jika salatnya bagus beruntunglah ia, jika tidak, merugilah ia”

Maka sebagai seorang muslim kita harus memperhatikan betul perihal shalat.

Seseorang mulai berkewajiban salat sejak ia baligh. Maka dia wajib mengganti (qadha’) shalat yang ia tinggalkan setelah baligh.

Namun banyak sekali orang yang kurang memperhatikan shalatnya ketika awal masa baligh, dan baru menyadari kesalahannya tersebut setelah beranjak dewasa. Bahkan ada juga yang baru tahu bahwa shalat yang ditinggalkan wajib diganti. Disengaja atau tidak, shalat yang ditinggalkan tetap diwajibkan untuk menggantinya. Lalu, bagaimana cara men-qadha’-nya?

Dalam hal ini ada tiga pokok pembahasan. Pertama, terkait jumlah shalat yang wajib dia qadha’. Dia wajib men-qadha’ semua shalat yang pernah ia tinggalkan, bagaimana jika lupa jumlahnya? Ia wajib men-qadha’ atau melakukan shalat lagi sebagai pengganti shalat yang ditinggal, hingga ia yakin sudah tidak ada lagi shalat yang belum ia qadha’. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib Al-Arba’ah:

“Seseorang yang mempunyai tanggungan salat dan dia tidak tahu jumlahnya, dia wajib meng-qadha’ hingga yakin tanggungannya sudah terpenuhi, ini menurut mazhab Syafi’i dan Hanbali. Sedangkan menurut mazhab Maliki dan Hanafi cukup dengan adanya dugaan kuiat, meski tidak sampai taraf yakin”

Kedua, waktu men-qadha’. Banyak ulama’ yang berpendapat bahwa seseorang yang meninggalkan shalat tanpa udzur tidak boleh melakukan apapun selain meng-qadha’ shalat, ia hanya diperbolehkan melakukan aktifitas lain untuk memenuhi kebutuhannya dan keluarganya. Hal ini sangat berat dilakukan kebanyakan orang. Namun, ada pendapat dari Al-Imam Abdullah Al-Haddad yang bisa dijadikan solusi. Sebagaimana dikutip dalam Bughyah al-Musytarsyidin:

“Sebagian dawuh Al-Habib Abdullah Al-haddad: seseorang yang taubat wajib meng-qadha’ kewajiban shalat, puasa, zakat yang pernah ia tinggalkan. Kewajiban ini dilakukan semampunya. sehingga ia tidak merasa sulit dan keberatan, namun juga tidak boleh sampai menganggap sepele. Pendapat ini -seperti yang anda lihat- lebih utama dari pendapat ulama yang mengatakan tidak boleh melakukan apapun selain men-qadha’ shalat, ia hanya diperbolehkan melakukan aktifitas lain untuk memenuhi kebutuhannya dan keluarganya. Karena sulit diamalkan”

Maka berdasarkan pendapat ini, ia tidak harus menghabiskan seluruh waktunya untuk men-qadha’, ia cukup men-qadha’ semampunya, namun tidak sampai mengangap sepele tanggungan tersebut.

Jika lelah, ia boleh beristirahat dan melanjutkannya ketika sudah segar kembali.

Ketiga, cara men-qadha’. Cara men-qadha’ shalat adalah dengan melakukan shalat seperti biasa, namun ada sedikit perbedaan dalam niat, tergantung shalat apa yang akan di-qadha‘. Contoh niat shalat qadha’ adalah sebagaimana berikut:

Keempat, waktu men-qadha’ tidak terikat waktu. Men-qadha’ salat ashar dapat dilakukan di waktu dzuhur atau waktu yang lain. Wallahu Alam. (sumber: islami.co)

Cara Mengganti Shalat yang Sudah Ditinggalkan dengan Sengaja Hingga Puluhan Tahun

Muncul pertanyaan, bagaimana dengan shalat yang ia tinggalkan selama puluhan tahun, apakah tetap wajib untuk diqadha seluruhnya? Mengingat jumlahnya yang begitu banyak dan amat sulit diketahui berapa jumlah pasti shalat yang telah ia tinggalkan.

Shalat adalah salah satu kewajiban bagi seorang muslim sejak ia akil baligh. Nah pada saat itulah, seseorang wajib menunaikan shalat dan mengqadha shalat yang pernah ditinggalkan, walaupun penyebab meninggalkan shalat ini dikarenakan adanya udzur, seperti yang dijelaskan dalam hadits:

“Barangsiapa lupa shalat atau tertidur hingga meninggalkan shalat maka tebusannya adalah melaksanakan shalat tersebut ketika ia ingat.” (HR. Muslim)

Jika meninggalkan shalat karena udzur saja wajib untuk mengqadha, maka shalat yang ditinggalkan dengan sengaja jelas lebih wajib untuk diqadha.

Bahkan mengqadha shalat ini sudah menjadi konsensus (ijma’) para ulama dari empat mazhab fiqih. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam kitab Fiqh al-Manhaji:

“Mayoritas ulama dari berbagai madzhab sepakat bahwa seseorang yang meninggalkan shalat dituntut untuk mengqadla-nya, baik meninggalkan shalat karena lupa ataupun sengaja, perbedaanya adalah: jika orang yang meninggalkan shalat karena udzur, seperti karena faktor lupa atau tertidur maka ia tidak berdosa, dan ia tidak diwajibkan mengqadla-nya sesegera mungkin, sedangkan bagi orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, maka ia terkena dosa dan dituntut segera mengqadla-nya.” (Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha, al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhabi Imam al-Syafi’i [Surabaya: Al-Fithrah, 2000], juz I, hal. 110)

Adapula ulama yang memiliki pandangan berbeda, ia berpendapat bahwa mengqadha shalat bukanlah suatu kewajiban. Bahkan mengqadha shalat adalah ibadah yang tidak sah jika dilakukan. Pendapat demikian adalah pendapat Imam Ibnu Hazm.

Hal yang seharusnya dilakukan oleh orang yang meninggalkan shalat, menurutnya bukan dengan cara mengqadhanya, melainkan dengan cara memperbanyak melaksanakan amal kebaikan, bertobat dan beristighfar agar dosanya diampuni oleh Allah SWT.

Namun pendapat Imam Ibnu Hazm ini tidak bisa dibenarkan dan dalil yang menjadi pijakannya adalah keliru, sebab pandangan ini berbeda dengan konsensus ulama.

Hal ini seperti yang dijelaskan dalam kitab al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzzab:

“Para ulama yang kompeten telah sepakat bahwa seseorang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, maka ia harus meng-qadha shalatnya. Pendapat mereka ini berbeda dengan pendapat Abu Muhammad Ali bin Hazm yang berkata: bahwa ia tidak perlu meng-qadha selamanya dan tidak sah melakukan qadha shalat selamanya, ia sebaiknya memperbanyak melakukan kebaikan dan shalat sunah agar timbangan (amal baiknya) menjadi berat pada hari kiamat, serta beristighfar kepada Allah dan bertobat. Pendapat ini bertentangan dengan consensus (ijma’) dan bathil berdasarkan dalil.” (Syekh Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzzab, Juz 3 Hal. 31)

Maka dari itu, mengqadha shalat berapa pun banyaknya adalah hal yang wajib, meskipun shalat sudah ditinggalkan hingga puluhan tahun.

Jika seandainya seseorang tidak mengetahui jumlah shalat yang telah ia tinggalkan, maka ia dituntut untuk mengqadha shalat dengan jumlah yang ia yakini bahwa jumlah tersebut sebanyak bilangan shalat yang dulu telah ia tinggalkan.


Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Cara Mengganti Sholat yang Ditinggalkan Dengan Sengaja Puluhan Tahun"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel